SELAMAT DATANG di WEBSITE KOMUNITAS PEDULI KABUPATEN SAMOSIR,,TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA..HORAS...HORAS..HORAS...!!!

Rabu, 03 Oktober 2012

Filosofi Gondang dan Tortor

Pada mulanya, gondang sabangunan hanya digelar pada acara yang bersifat sakral. Ia bukan sekadar seperangkat taganing, gordang, ogung, dan sarune yang melahirkan bunyi berupa nada-nada yang menciptakan harmoni serta estetika. Bukan pula instrumen musik untuk menghibur jiwa-jiwa yang memainkannya (pargonsi) dan yang mendengar serta menarikan. Gerakan tubuh yang dibangkitkan nada dan melodi gondang sabangunan yang disebut tortor pun punya arti tersendiri, dan kelirulah bila dianggap jenis tari belaka milik satu etnis yang bermukim di jantung Sumatera Utara.
Tak ada yang tahu kapan persisnya instrumen musik yang unik itu diciptakan leluhur orang Batak. Ada pula yang bilang bahwa sebelum gondang sabangunan dikenal, orang Batak telah memiliki gondang hasapi. Tak ada bukti atau semacam manuskrip yang bisa menguatkan pendapat tersebut. Yang pasti, derajat gondang hasapi dianggap di bawah gondang sabangunan, dan karenanya pada zaman dahulu tak dipakai dalam acara yang bersifat pemujaan, syukuran, atau untuk mengiringi ritus adat saurmatua-maulibulung.
Gondang sabangunan lazim diperdengarkan saat pembukaan huta, menyambut musim tanam, merayakan panen (pesta gotilon), pertemuan para raja marga dan pemimpin huta dalam upacara keagamaan dan adat horja-bius. Gondang jenis ini bersifat masif, menyertakan banyak pihak. Suhut (pengada hajatan) mengundang berbagai lapisan. Gondang saurmatua-maulibulung sendiri, yang juga menyertakan berbagai unsur dalam masayarakat adat, tak memerlukan undangan—melainkan cukup pemberitahuan atau informasi dari mulut ke mulut bahwa Ompu Dangsina, misalnya, telah tiba di akhir perjalanan saurmatua-maulibulung, dan akan dibuat upacara adat kematian dengan mamalu gondang sabangunan.
Sanak-saudara, kerabat, dan tetangga pun akan mafhum. Mereka kemudian datang untuk mananti, memberi penghormatan dengan cara manortor pada hari puncak upacara. Para pananti terdiri dari berbagai lapisan, selain lingkungan Dalihan Natolu. Pihak suhut akan menerima rombongan pananti dan terjadi pertukaran hak serta kewajiban adat yang disampaikan sambil manortor. Dalam lingkup yang lebih kecil, gondang pun acap dipakai untuk acara yang bersifat penyucian, pengobatan, atau pencegahan bala. Gondang jenis ini disebut mandudu, namun biasanya pihak suhut tak mengundang pihak lain selain keluarga inti dan medium untuk memimpin upacara, dan tak menyertakan tetabuhan (taganing).
Gondang sabangunan terikat dengan ritus dan tata aturan yang harus dipenuhi. Intinya ialah penghormatan. Kata-kata pembuka dari pemimpin pananti: “Ale amang pardoal pargonsi, alu-aluhon damang ma jolo tu…” harus dimaknai sebagai sikap menghargai. Dengan kata lain, sebelum merayakan sesuatu dengan membuat keramaian, ada yang tak boleh dilupakan dan terlebih dahulu minta izin, permisi, permakluman, yakni Sang Pencipta yang menguasai jagad raya, juga pada penguasa huta/raja, dan hadirin.
Pargonsi menjadi sentrum upacara yang menyertakan gondang sabangunan. Karenanya, mereka tak boleh ditempatkan sekadar pemain musik. Polah tingkah dan ucapan mereka tak boleh sembarangan. Mereka adalah orang-orang pilihan yang disebut pande, dan perlakuan pada mereka pun tak boleh serampangan, supaya tak kesal hati. Bila pargonsi kesal karena perlakuan suhut atau pananti yang dinilai tak patut, maka bunyi taganing, ogung, sarune bisa tak nyaring—dan itu dianggap kegagalan perhelatan sebab pananti telah manortor disertai keluh atau sungut-sungut.
Gondang sabangunan adalah alunan musik untuk memuja Yang Maha Kuasa sekaligus pengiring rasa hormat pada orang-orang yang disayangi. Tortor yang diiringinya merupakan ekspresi jiwa yang diwujudkan lewat gerakan tubuh, terutama kepala, bahu, tangan, jemari, dan hentakan kaki. Tortor tak terlalu memerlukan banyak gerak—kecuali saat mangembas. Karena tekanannya adalah puja, hormat, kasih-sayang, gerakan tortor harus santun, berwibawa (bagi laki-laki) dan anggun (bagi perempuan). Pandangan mata tak sepatutnya ke mana-mana, idealnya menatap ke bawah. Gerakan tangan dan jemari itu bermakna simbolik, menandakan posisi dan peran yang dibawa, sebagai hula-hula, dongan tubu, boru-bere, tulang, bona tulang, bonani ari, ale-ale atau dongan sahuta.
Gerak tubuh, tangan, jemari, dan pandangan saat manortor, diyakini pula menjadi cerminan kepribadian seseorang selain untuk mengetahui hal yang hendak disampaikan. Tortor yang santun menabukan gerakan pinggul ke kiri dan kanan (terutama wanita), apalagi dibarengi pandangan ke mana-mana. Itu dianggap murahan, kurang sopan; bukan tortor boruni raja. Lelaki yang manortor dengan gerakan semau-maunya dan pandangan jelajatan pun bukan tortor anakni raja, yang tak layak diberi penghargaan.
Pakem-pakem tortor dan gondang sabangunan sudah semakin memudar belakangan ini. Perobahan zaman dan masuknya pandangan-pandangan baru (terutama agama samawi) disinyalir sebagai penyebab. Untuk upacara saurmatua-maulibulung, misalnya, selain sempat digusur musik tiup karena dianggap tak ada roh gelap di dalamnya, kini dibuat campursari: taganing, hasapi, sulim, keyboard, kadang ditambah saksofon.
Repertoar yang dimainkan pun demikian, mulai dari lagu Batak, lagu rohani, hingga lagu Latin. Tak ada lagi prosesi mangalap tuani gondang, sudah langka tortor yang berwibawa dan anggun. Yang kini jamak tersaksikan adalah gerakan yang mengadopsi tortor, ronggeng, serampang, disko, cha-cha, hingga jadi terlihat ecek-ecek dan seolah meledek yang diupacarai. Tortor, gondang, memang kian mengalami distorsi dan manipulasi karena ditindas zaman serta ajaran-ajaran yang menghakimi tanpa mampu memahami filosofi yang terkandung di dalamnya—apalagi mengharap argumentasi yang memadai.
Kenapa bisa begitu mudah budaya adiluhung peninggalan leluhur yang penuh arti itu menyisih dari diri dan wilayah asal orang Batak? Kenapa hal semacam tak terjadi pada masyarakat Bali (setidaknya sampai saat ini), toh sama-sama menghadapi zaman yang sama dan bahkan lebih sering berinteraksi dengan orang asing? Coba sama-sama kita pikirkan.***
Oleh:Suhunan Situmorang

Minggu, 30 September 2012

Tahul Tahul/Kantong semar.

Pendahuluan
Kantong Semar atau Nepenthes sp pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Tiap daerah memberi nama tersendiri, masyarakat Riau menyebutnya periuk monyet ,di Jambi; kantong beruk, di Bangka; ketakung, Jawa Barat ;sorok raja, Kalimantan Suku Dayak Katingan :ketupat napu, Suku Dayak Bakumpai :telep ujung dan suku Dayak Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga.
Kantong semar atau tahul-tahul dalam bahasa Batak merupakan tanaman unik yang hidup di hutan. Penyebarannya di Indonesia terdapat di hampir seluruh pulau-pulau besar tetapi mayoritas di Kalimantan dan Sumatera. Dari 64 jenis yang tumbuh di Indonesia, ditemukan 32 di Borneo, 29 di Sumatera, 9 di Papua,10 di Sulawesi, 4 di Maluku dan 2 di Jawa.
Tumbuhan ini di klasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena dapat memangsa serangga. Kemampuan itu disebabkan adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya, yang disebut pitcher. Keunikan lain dari tanaman ini adalah pada bentuk,ukuran , dan corak warna kantongnya. Secara keseluruhan tanaman ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat telur,silinder, corong dan pinggang.
Tahul-tahul termasuk kedalam tumbuhan liana (merambat), berumah dua,dan cara hidupnya menempel pada batang atau ranting pohon atau tumbuh secara terestrial.
Keunikan tanaman tahul-tahul ini menyebabkan nya sebagai salah satu tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman ini sudah dikenal sampai di Australia, Jepang, Eropa, Amerika,Jepang, Malaysia ,Thailand dan Srilangka. Dan budidaya tanaman ini sudah berkembang di Srilangka, yang walaupun tanaman ini banyak berada di Indonesia.
Di Sumatera tumbuhan ini banyak ditemukan mulai dari NAD sampai ke Sumatera Barat. Dimana ada hutan selalu ada ditemukan tahul-tahul.Saat penulis masih usia sekolah dasar (tahun 1980-an)di pulau Samosir , disaat mengembala kerbau, masih banyak dijumpai di tempat terbuka dan dihutan yang tidak begitu lebat. Sering berebutan dengan teman-teman untuk mengambil kantongnya untuk dipakai bermain masak-masakan atau memasak susu kerbau yang baru diperah.Atau kadang mengambil air yang didalam kantongnya dan diminum, dan setelah diketahui air itu "apa" mau muntah rasanya.
Kegunaan
Selain menjadi tanaman hias ,tahul-tahul juga berpotensi sebagai tanaman obat tradisional. Ditemukan protein didalam cairan kantongnya, sehingga berpotensi untuk pengembangan bertani protein menggunakan tanaman endemik Indonesia. Witarto (2006) berhasil mengisolasi protein dari cairan kantong Nepenthes gymnaphora .Uji aktivitas terhadap protein yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa protein itu adalah enzim protease.
Sebagai tanaman hias , harga yang menjanjikan (karena harga bisa mencapai jutaan rupiah/ tanaman) masyarakat memanen sembarangan tanpa memperhatikan kelangsungan hidup tahul-tahul. Dari Sumatera dan Kalimantan penduduk lokal banyak mendapat pesanan pemanenan di alam untuk dijual ke pulau Jawa. Budidaya tahul-tahul tidaklah gampang. Karena menghendaki kondisi iklim sesuai tempat tumbuhnya yang biasanya diatas 500 m dpl.

Permasalahan


Kepunahan tahul-tahul disebabkan kerusakan habitatnya dan pengambilan di alam secara berlebihan. Kerusakan habitat disebabkan pembalakan liar dan pembukaan lahan untuk pertanian . Kekurang tahuan masyarakat akibat pemanenan secara berlebihan mengakibatkan terkurasnya tahul-tahul dari habitat aslinya.

Bahaya kebakaran hutan, pembukaan lahan dengan system sonor (bakar) juga penyumbang bagi kehilangan tahul-tahul.
Untuk membudidayakan tahul-tahul tidak segampang membudidayakan tanaman lain seperti anggrek.Tahul-tahul dari dataran tinggi rata-rata membutuhkan suhu udara rendah dalam pertumbuhannya.

Upaya Konservasi

Populasi tanaman tahul-tahul dialam diprediksi akan mengalami penurunan dari tahun ketahun. Seiring berkurangnya populasi tanaman tahul-tahul, maka semakin berkurang pula keanekaragaman jenis tanaman ini, sehingga sumber genetiknya akan berkurang bahkan dapat mengalami kepunahan.
Upaya pemerintah dituangkan dalam Undang-Undang No.5 tahun 1990 mengenai Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan pemerintah No.7 tahun 1999 tentang pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Usaha konservasi yang dilakukan adalah upaya pelestarian in situ dan ex situ dengan cara budidaya dan pemuliaan. Namun bila dilihat dari cara budidayanya yang tidak terlalu mudah, maka konservasi tanaman ini sebaiknya dilakukan dengan in situ, yaitu dengan melindungi habitat tumbuhnya.
Penyebarluasan informasi mengenai tahul-tahul kepada masyarakat umum agar masyarakat mengetahui keberadaan populasi, status jenis dan status hukum yang melindungi tanaman dari kepunahan .
Kerjasama dari banyak pihak dibutuhkan contohnya Perguruan Tinggi, LSM peduli lingkungan, Pemerintah Daerah dan masyarakat luas.
Perlu penanganan dari segi pemuliaan agar didapatkan hybrid yang menciptakan keragaman yang prospektif pasar. Hal ini dapat diupayakan dengan bekerja sama dengan Perguruan Tinggi setempat, karena lebih dari 280 Nepenthes hybrid telah dihasilkan pada tahun 1997 di mancanegara, untuk negara kita belum ada. (Dari berbagai sumber
)

Kamis, 27 September 2012

Perjalanan Wisata yang Mempesona



Pusuk Buhit, demikian masyarakat Batak yang berada di Toba Samosir, Sumatera Utara, menyebutnya. Perbukitan dengan ketinggian berkisar 1.800 mdpl tersebut ditumbuhi berbagai pepohonan kecil serta pohon pinus.
Konon berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak dari bukit inilah untuk pertama sekalinya pencipta alam semesta menampakkan diri, yang dinamakan oleh orang Batak dengan sebutan Mula Jadinabolon. Sehingga wajar kalau sampai sekarang kawasan ini masih keramat dan dijadikan salah satu kawasan tujuan wisata sejarah.
Memang membincangkan potensi wisata Toba Samosir tampaknya tidak akan pernah merasa puas, apalagi jika perjalanan itu baru pertama kalinya. Hal ini wajar karena potensi yang mereka miliki memang sangat kaya terutama soal keindahan alam. Apalagi dipadukan dengan cerita sejarah, boleh dibilang daerah ini adalah salah satu lumbung dari cerita sejarah yang bisa menemani perjalanan wisata Anda. Dari sekian banyak yang bisa dinikmati misalnya Batu Hobon, Sopo Guru Tatea Bulan, Perkampungan Siraja Batak, Pusuk Buhit, dan lainnya.Dari atas perbukitan ini, sebagai wisatawan yang baru pertama berkunjung ke sana pastilah akan tertegun sejenak. Karena selain panorama yang disajikan memang sangat indah, kita juga bisa melihat secara leluasa sebahagian besar kawasan perairan Danau Toba sekaligus Pulau Samosirnya. Selain itu dari lereng perbukitan tersebut pengunjung yang datang bisa juga menikmati panorama perkampungan yang berada di antara lembah-lembah perbukitan seperti perkampungan Sagala, Perkampungan Hutaginjang yang membentang luas.
Selain pemandangan ini, wisatawan yang pernah datang ke sana tentunya akan melihat dan mendengar gemercik aliran air terjun yang berada persis di perbukitan berdekatan dengan perkampungan Sagala. Masih dari lereng bukit yang jalannya berkelok-kelok tetapi sudah beraspal dengan lebar berkisar 4 meter, pengunjung juga bisa memperhatikan kegiatan pertanian yang dikerjakan oleh masyarakat sekitarnya. Malah yang lebih asyik lagi adalah menikmati matahari yang akan terbenam dari celah bukit dengan hutan pinusnya.
Untuk mencapai puncak bukit tersebut, pengunjung bisa menggunakan bus roda empat maupun kenderaan roda dua. Namun bus yang dipergunakan tidak bisa sampai di puncak sehingga harus berjalan kaki berkisar 500 meter dari titik akhir parkir kenderaan yang berada di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula. Namun demikian sikap waspada harus tetap dipasang, karena memang jalan yang berkelok-kelok tersebut di kanan dan kirinya selalu ada jurang yang terjal. Selain itu sebelum menuju Pusuk Bukit, dari kawasan Pangururan pengunjung bisa menikmati secara utuh pemandangan bukit dengan latar depan air Danau Toba.
Sementara itu, satu paket dengan perjalan menuju ke puncak Pusuk Buhit pengunjung juga bisa menikmati apa yang disebut dengan sumur tujuh rasa.(Aek Sipitu Dai) Disebut sumur tujuh rasa karena memang sumur ini memiliki tujuh pancuran yang memiliki rasa air yang berbeda-beda. Bagi masyarakat sekitar Sumur Tujuh Rasa tersebut sehari-harinya dipergunakan sebagai sumber utama air bersih. Sehingga tidak mengherankan kalau wisatawan datang, banyak masyarakat yang menggunakan air yang berada di sana.

Sumur Tujuh Rasa sebenarnya berada di Desa Sipitudai satu kecamatan dengan perbukitan Pusuk Buhit yaitu Sianjur Mula-Mula. Kalau kita mencoba untuk merasakan ketujuh air mancur yang ada, maka dari sumber air mancur itu akan kita rasakan air yang terasa: asin, tawar, asam, kesat serta rasa yang lainnya. Sementara berdasarkan keterangan masyarakat setempat, sumber air yang mancur itu keluar dari mata air yang berada di bawah Pohon Beringin. Memang di bawah lokasi Sumut Tujuh Tersebut tumbuh besar pohon beringin yang sangat rindang dan membuat teduh sekitar lokasi sumur.
Keberadaan Sumur Tujuh Rasa ini sebenarnya sudah lama seiring dengan keberadaan masyarakat perkampungan Sipitudai. Masyarakat sekitar mempercayai kalau keberadaan sumur ini tidak terlepas dari cerita raja Batak yang berada di lokasi tersebut. Kalau cerita muncur ke belakang, maka masyarakat menyebutkan bahwa dulu diperkampungan ini ada kerajaan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, mandi serta lainnya mereka mengandalkan sumber air ini.
Cerita ini mungkin ada benarnya, sebab kalau kita amati secara teliti di lokasi yang telah disekat dengan tembok beton oleh masyarakat sekitar akan kita temukan peniggalan seperti batu cucian dari batu alam, lubang-lubang untuk permainan congkak. Jadi, masyarakat yang ada memang mempercayai kalau sumur ini masih keramat dan menjadi salah satu objek yang sering dikunjungi wisatawan yang datang. Hanya satu catatan yang penting untuk lokasi ini adalah masalah penataan dan kebersihan yang memang belum memasyarakat. Tentunya kondisi ini menjadi catatan tersendiri bagi pemda dan masyarakat untuk melakukan penaaan yang lebih baik lagi.
Setelah bergerak menyusuri jalanan yang ada berkisar,maka wisatawan yang berkunjung akan menemukan satu lokasi yang keramat yang disebut lokasi Batu Hobon, Sopo Guru Tatean Bulan atau Rumah Guru Tatea Bulan serta perkampungan Siraja Batak yang lokasinya tidak berjauhan. Dan bila kita tarik garis lurus, maka posisi ketiga lokasi yang masih dianggap keramat ini persis lurus dari satu perbukitan ke perbukitan yang berada di bawahnya. Ketika berada di Sopo Guru Tatea Bulan akan ditemukan patung-patung Siraja Batak dengan keturunannya. Di rumah dengan desain khas masyarakat batak ini juga akan ditemukan patung-patung sebagai penjaga rumah seperti gajah, macan, kuda. Sementara rumah yang berdiri di atas bukit ini didesain dari kayu dan tangga dari batu tetapi atapnya tetap terbuat dari ijuk. Namun yang lebih penting lagi adalah ketika ingin masuk dan memperhatikan lebih detail lagi seluk rumah ini, maka Anda harus melepaskan sandal maupun sepatu. Secara lebih detail di Sopo Guru Tatea Bulan akan kita temukan patung-patung keturunan Siraja Batak, seperti Patung Saribu Raja sepasang dengan istrinya, Patung Limbong Mulana, Patung Sagala Raja serta Patung Silau Raja. Berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak marga-marga yang ada sekarang ini berasal dari keturunan Siraja Batak. Selain itu keberadaan rumah ini juga telah diresmikan oleh DewanPengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tate Bulan tahun 1995 yang lalu. Artinya ketika kita berada di sana akan ditemukan juga penjaga yang akan menjelaskan keberadaan patung yang berada di Sopo Guru Tatea Bulan serta sejarah ringkasnya.
Sejalan dengan legenda itu, pengunjung juga akan menikmati Batu Hobo yang konon menurut cerita merupakan lokasi yang dijadikan penyimpanan harta oleh Siraja Batak. Batu ini berada perbukitan yang lebih rendah lagi dari Sopo Guru Tatea Bulan berdekatan dengan perkampungan masyarakat. berdasarkan sejarah Batu Hobon ini tidak bisa dipecahkan, tetapi kalau dipukul seperti ada ruangan di bawahnya. Namun sampai sekarang tidak bisa dibuka walaupun dilakukan dengan peledakan mortir. Selanjutnya untuk melengkapkan referensi tentang sejarah Sopo Guru Tatea Bulan, maka akan ditemukan perkampungan Siraja Batak. Lokasi perkampungan ini berada di perbukitan yang berada di atasnya dengan jarak yang tidak terlalu jauh sekali berkisar 500 meter.
Untuk kelengkapan perjalanan menuju Pusuk Buhit setidaknya harus berhenti sejenak di atas perbukitan yang berada di Desa Huta Ginjang. Mengapa? Karena dari lokasi ini akan terlihat jelas Pulau Tulas yang berdampingan dengan Pulau Samosir. Pulau Tulas itu sendiri tidak memiliki penghuni tetapi ditumbuhi dengan semak belukar dan hidup berbagai hewan liar lainnya.
Sudah lengkapkah perjalanan wisata kita! Tentulah belum, sebab untuk mengakhirinya kita harus berada di puncak Pusuk Buhit. Setidaknya untuk mendapatkan dan merasakan semilir angin sejuk di puncaknya sambil memandang panorama Danau Toba sesungguhnya. Sedangkan untuk menghilangkan keletihan dan mengambil semangat baru, pengunjung bisa menikmati air hangat setelah turun persis berada di kakai Pusuk Buhit bernama pemandian Aek Rangat yang berada di Desa Sihobung Hobungi. Setidaknya rasa lelah dan semangat baru kembali datang.
Horas.....!!!

Toba,Teori bencana dan Panorama Luar biasa


Mereka yg pernah menikmati ke elokan Danau Toba mungkin tdk dpt membayangkan kengerian yg ditimbulkan dalam proses”penciptaan nya”
Begitu melintas dikelokan jalan mendekati parapat kota wisata dipinggir danau toba,birunya hamparan air dan panorama dinding batu perbukitan Pulau samosir yg menjadi latar langsung memesona.
Keindahan panorama danau toba tdk trjdi begitu saja Danau Vulkanik terbesar di dunia itu terbentuk dari rangkaian proses geologis dan vulkanis mahadahsyat.setidak nya ada tiga letusan gunung api besar mengiringi terbentuk nya danau toba,letusan terahir trjadi 74.000 thn silam.
Majalah SCIENCE mencatat,letusan termuda Gunung Toba merupakan peristiwa vulkanis plg bsr di bumi dlm dua juta thn terahir,Letusan nya memuntah kan 2.800 km kubik magma,yang 800km kubik diantaranya terbang ke atmosfer,menyelimuti lapisan Bumi sepanjang laut china selatan hingga Laut arab.
      Adalah antropologi University of Illionis di Urbana-Champaign,Stanley Ambrose,yg pada thn 1998 memperkenalkan Teori Bencana Toba.berdasarkan teori ini,letusan Gunung Toba mengubah iklim global,akibat nya,populasi manusia berkurang drastis,Garis Evolusi yg menghubungkan manusia modern dgn primata lain terputus.Teori ini memang diperdebatkan,tetapi cukup menggambarkan kedahsyatan letusan.
Kaldera yg trbentuk dari tiga kali letusan menjadi Danau Toba,letusan terahir menyempurnakan pembentukan danau toba,dan pulau samosir,setelah letusan pertama 800.000 thn silam hanya membentuk kaldera disekitar Parapat hingga porsea dan letusan ke dua sekitar 500.000 thn lampau membentuk kaldera di daerah Haranggaol dan Silalahi.
     Sekarang,bekas peristiwa vulkanik luar biasa ini hanyalah keindahan alam.kaldera besar menjadi danau dgn panjang 100km dan lebar 30km,bukit2 batu terjal yg mengelilingi danau terlihat eksotis,kecuramannya menghujam langsung ke pinggir danau. pulau samosir mirip dinding batu raksasa membentengi air danau.
Saking luar biasanya panorama ini,Pangeran Bernard dari belanda mengizinkan nama nya di pakai”menjual”Danau toba.”Juallah nama saya untuk danau ini.saya tak dapat melukiskan nya betapa indah nya Danau Toba”puji sang pangeran saat berkunjung ke toba thn 1996.
     Sebelum krisis ekonomi thn 1997,Danau Toba adalah salah satu tujuan wisata utama.”Penerbangan langsung Eropa-Medan sempat ada sblm krisis,Garuda dan KLM dari eropa transit di medan sblm lanjut ke Denpasar”ujar pemilik salah satu hotel di parapat.Henry Hutabarat.
Hampir semua wilayah sekeliling danau punya panorama alam yg jadi tujuan wisata.semua terbagi dlm 7 kabupaten,yakni simalungun,Toba Samosir,Tapanuli utara,Humbang hasundutan,Dairi,karo, dan samosir,umum nya wisatawan menikmati ke elokan Danau Toba dari Parapat di simalungun,dan Tuk tuk siadong di samosir.
Dari dataran tinggi Karo di sblh utara,ke elokan danau Toba terlihat memanjang di pandang dari Sikodonkodon.namum hanya ada satu resor disini,Disisi barat,pemandangan pemandangan danau dan Pulau samosir dpt dgn sempurna disaksikan dari Tele.ada gardu pandang di ketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut.
     Hantaman krisis ekonomi thn 1997 membuat parawisata di danau toba meredup tak ada lagi penerbangan lgsng dr Eropa ke Medan.jumlah tusis asing menyusut drastis,sejak krisis,Tuktuk sprti kota mati
Perlahan,seiring membaik nya perekonomian dlm negeri,turis domestik menjadi penopang pariwisata Danau Toba.turis dari negara tetangga,Malaysia dan Singapura pun mkin bnyk yg dtng krna relatif lbh dekat.
Perjalanan darat ke Parapat memakan wktu 4-5 jam dari medan,trsedia bus Travel yg lngsung menuju parapat.Rute nya melewati Lubuk pakam,Tebing tinggi,dan belok ke arah Pematang siantar.sepanjang perjalanan,kita di suguhi panorama perkebunan kelapa sawit dan karet.
Apabila menggunakan kereta api,dari Medan pilih rute menuju Pematang siantar,dari sini perjalanan dilanjutkan naik bis ke parapat,waktu tempuh nya hanya 1jam.saat turis asing masih ramai berkunjung ke danau toba,dari siantar mereka naik becak bermesin sepeda motor BSA,kendaraan sisa Perang Dunia ke 2,yg kini di jadikan becak mesin.
     Kita mulai menikmati suasana budaya Batak begitu sampai di Pematang siantar,warga nya berbicara dlm bahasa Batak Toba atu Batak Simalungun,Etnis Batak secara kultural menjadikan Danau Toba sebagai “Rumah”dan pusat mitologi.Orang Batak percaya,situs Batu hobon di pulau samosir dan Pusuk Buhit,bukit batu tertinggi di pulau ini.menjadi tempat nenek moyang mereka turun ke Bumi.
Tak hanya ke indahan panorama,alam yg menjadi sumber penghidupan penduduk dari sektor wisata.Air danau juga cocok untuk budidaya ikan nila.Ribuan keramba jaring apung tempat budidaya ikan nila menghidupi ribuan keluarga,Perusahaan asal Swiss memiliki 1.780 keramba ikan nila kualitas ekspor,Produksi ikan nila dari Danau Toba mencapai 50.000 ton setiap tahun,separuh diantaranya di ekspor dgn nilai hampir Rp 500 miliar.
Ternyata bencana yg hampir memusnahkan Ras manusi di Bumi ini sekarang menjadi sumber penghidupan manusia.

untuk melihat sumber artikel klik Disini

Rabu, 26 September 2012

Ada Apa Dengan DPRD Kabupaten Samosir?

Di tengah ramainya perdebatan hangat tentang rencana kehadiran PT.EJS Agro Mulia Lestari di hutan Tele, sebuah issu pun kini sayup-sayup terdengar. Saat ini hutan Tele menjadi incaran berbagai pihak untuk mengeruk kekayaan hutan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Miris walau menggelitik, menyikapi isu bahwa saat ini sebuah perusahaan saw mill  milik Mr.X, seorang pengusaha dari Samosir dan juga  anggota DPRD di  Kabupaten tersebut tengah memohon ijin prinsip pengelolaan lahan seluas sekitar 800 hektar di hutan Tele kepada Bupati Kabupaten Samosir. Areal yang diincar bukanlah areal yang sudah diberikan ijin prinsip dan ijin lokasinya kepada PT.EJS Agro Mulia Lestari.
Dari beberapa sumber yang kami himpun, ijin prinsip perusahaan ­sawmill tersebut akan diperuntukkan untuk pengembangan tanaman holtikultura dan peternakan. Sebuah bisnis yang mungkin saat ini sangat menggiurkan menurut kacamata pengusaha dan politisi local tersebut.

Ada tiga hal menarik dari isu ini yang perlu juga mendapat tanggapan dan perhatian serius dari semua pihak.

Pertama, bahwa protes berbagai pihak, dalam hal ini masyarakat dan organisasi yang tergabung dalam Forum Peduli Samosir Nauli (PESONA), terhadap pengelolaan hutan Tele bukanlah terbatas hanya pada penolakan rencana kehadiran PT EJS Agro Mulia Lestari. Namun kritik dan keberatan itu berlaku bagi setiap perusahaan maupun individu yang ingin berusaha di areal tersebut dengan merusak fungsi hutan. Penolakan terhadap rencana kehadiran PT EJS Agro Mulia Lestari, berlaku juga bagi yang lainnya.
Intinya adalah bagaimana hutan Tele itu tetap berfungsi sebagai hutan, yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan menjadi sumber-sumber mata air bagi daerah di sekitarnya, baik di wilayah Samosir, Humbang Hasundutan dan Dairi. Yang jika fungsi hutan tersebut akan mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dengan adanya longsor, banjir bandang dan kekeringan.

Kedua, pengajuan permohonan ijin prinsip yang disampaikan oleh perusahaan “Mr.X” tersebut, melahirkan keraguan dibenak saya atas keseriusan lembaga legislative di Samosir untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan forum PESONA perihal penolakan kehadiran PT.EJS Agro Mulia Lestari.  Akhir Januari 2012 lalu, Forum Pesona melakukan audiensi kepada DPRD Samosir, agar berperan aktif dan ikut mendukung gerakan pemulihan dan penyelamatan lingkungan di bumi Samosir, khususnya dalam menyikapi rencana kehadiran PT.EJS Agro Mulia Lestari tersebut.
Semangat pun muncul ketika itu, karena beberapa anggota DPRD yang hadir, seperti Junjungan Situmorang, Tuaman Sagala, Binsar Sinaga dan yang lainnya sangat mendukung aksi penolakan terhadap kehadiran perusahaan tersebut.  Seperti biasa mereka pun berjanji untuk segera meminta penjelasan Bupati tentang perkembangan kasus in. Disepakati juga mendatangkan tenaga ahli tim komisi penilai Amdal untuk memaparkan alasan –alasan penolakan tenaga ahli terhadap dokumen AMDAL tersebut.  Kesepakatan lainnya adalah melakukan investigasi lapangan keesokan harinya bersama DPRD.
Ketika investigasi, “MR X”  pun ikut dalam rombongan. Memang ada beberapa pendapat dari mereka tentang kondisi hutan tersebut. Ada yang optimis bahwa areal tersebut masih bisa dipelihara dan dijaga kelestariannya.  Namun ada juga yang pesimis dan mengatakan bahwa lambat-laun dengan atau tanpa perusahaan Korea tersebut  hutan tersebut akan hancur.  
Hampir sebulan sudah berlalu paska audiensi dan kunjungan lapangan tersebut, tanda-tanda DPRD Kabupaten Samosir menindaklanjuti hasil audiensi itu pun tak ada. Dari Komunikasi via telepon dengan  salah seorang anggota DPRD, belum ada pembahasan tentang kasus ini.

Semangat yang muncul kala audiensi dan kunjungan lapangan, sirna sekejab. Ditambah lagi dengan isu Mr. X yang juga memegang peran penting di legislative  tersebut sedang mengajukan permohonan ijin prinsip ke Bupati. Keseriusan apa yang bisa diharapkan dari lembaga tersebut?  Tanpa bermaksud mengecilkan atau mengabaikan peran beberapa anggota DPRD yang tetap vocal menolak kehadiran perusahaan tersebut, namun sejauh ini  sikap institusi DPRD belum jelas dalam kasus ini.  Melihat perkembangan terakhir,  kami menduga bahwa tarik – menarik kepentingan menjadi sangat dominan dalam kasus ini.

Ketiga, hutan tele memang menjadi primadona bagi pelaku bisnis kayu dan holtikultura saat ini. Jika ada kecurigaan bahwa mereka hanya mengincar “kayu”nya, menurutku itu sah-sah saja, karena di dalam masih banyak kayu yang bisa diperjualbelikan.
Namun, jika Mr X dan yang lainnya juga benar akan mengembangkan agribisnis dan peternakan di sana, tentu ada banyak hal yang diincar. Kayu bisa dijual ke perusahaan sawmill miliknya. Keuntungan lainnya bahwa daerah tersebut sangat subur karena kaya zat hara dari humus yang sudah menumpuk berpuluh-puluh bahkan beratus tahun lamanya. Di samping itu, banyak hal yang menyebabkan areal ini dianggap cocok untuk pengembangan agrisbisnis, letaknya yang strategis, permukaannya yang cenderung datar, dan tersedianya aliran sungai.

Kembali ke persoalan utama, apakah areal tersebut memang lebih pantas dijadikan kebun bunga atau holtikultura daripada tetap menjadikannya hutan? Tidakkah Samosir dan beberapa daerah di Tapanuli saat ini sudah krisis hutan? Tidakkah alih fungsi hutan yang terjadi selama ini sudah membuat banyak persoalan di negeri ini? Perubahan iklim tidak lagi mimpi yang menakutkan, tetapi sudah terjadi dan mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup di muka bumi ini. Pertengahan Juni 2011 lalu, pada umumnya petani di Tapanuli tak terkecuali di Samosir mengalami gagal panen akibat perubahan iklim yang semakin sulit diprediksi. (baca tulisan Delima Silalahi, “Nasib Petani, Antara Cuaca Ekstrim dan Inpres Pencitraan”, Suara Pembaruan, 27 Juni 2011)

Pengajuan permohonan ijin prinsip oleh perusahaan “Mr.X” tersebut menjadi sangat menarik disikapi. Sebagai anggota DPRD yang seharusnya memikirkan hal yang terbaik buat daerahnya, justru hanya ingin menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Semua pihak, khususnya pengambil kebijakan di daerah ini perlu arif dan bijaksana untuk mengambil keputusan untuk segera menolak segala permohonan ijin-ijin pengelolaan di areal tersebut yang pengelolaannya melakukan alih fungsi hutan.

Kesalahan masa lalu, yang meng-gadai-kan hutan-hutan di sekitar kawasan Danau Toba, jangan dijadikan acuan bagi pemimpin masa kini memberikan ijin dengan sewenang-wenang. Kita harus belajar dari kesalahan masa lalu.  Mengutip kiasan “keledai sekali pun tidak akan jatuh dua kali pada lobang yang sama”.
Harapan banyak pihak kepada DPRD untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan di daerah sebaiknya tidak dinodai keinginan-keinginan segelintir orang. Sikap jelas DPRD dalam hal ini sangat dinantikan.

oleh:Delima Silalahi
(Repost dari Komunitas Peduli Kabupaten Samosir KPKS 18 Februari 2012) 

Mengapa harus menolak PT EJS Agro Mulia Lestari di Bumi Samosir?

Sebagai warga negara Indonesia, juga penduduk bumi Samosir, tentu
kita SANGAT MENDUKUNG pembangunan di daerah ini. Kita semua juga
pastinya berharap bahwa ada pihak-pihak yang mau menanamkan modalnya
(berinvestasi) untuk kemajuan Samosir.  Kita juga harus berterima kasih
kepada Pemerintah Kabupaten Samosir dan pihak –pihak yang terus berupaya
memajukan daerah ini dengan berbagai cara termasuk dengan mengundang
berbagai investor. Dengan prinsip bahwa pembangunan dan investasi yang
didatangkan harus memprioritaskan kelestarian lingkungan, keberlanjutan
hidup dan keselamatan  masyarakatnya.

Prinsip inilah yang
membuat kita sangat keberatan dan menolak kehadiran PT. EJS Agro Mulia
Lestari di bumi Samosir.  PT EJS Agro Mulia Lestari, sebuah perusahaan
Korea yang bergerak dalam usaha Agribisnis/Tanaman Hias/Holtikultura,
pada 2007, telah mendapatkan ijin lokasi seluas 2250 ha di Desa Hariara Pintu (Dulu Desa Partungkot Naginjang).
Lahan tersebut berisi berbagai jenis pohon, mulai dari yang kecil
hingga besar. Lahan tersebut menjadi hutan resapan air, yang meresap dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menjadi mata-mata air di daerah yang
berada di bawahnya, termasuk kecamatan Harian dan Sianjur Mulau-mula.
Di lahan tersebut juga terdapat  sunga Renun (Ronuan) dan anak-anak
sungai kecil yang juga menjadi sumber air bagi sebagian daerah di
Samosir dan Dairi.
 Jika perusahaan tersebut beroperasi, mengganti
pohon-pohon yang ada menjadi tanaman hias dan tanaman holtikultura, akan
berdampak terhadap kehidupan kita yang berada di bawahnya. Apa jadinya
sawah-sawah kita, jika pohon-pohon yang berada di hulu sudah tidak ada?
Ancaman kekeringan pada musim kemarau dan longsor/banjir bandang di kala
musim penghujan.
 Penebangan pohon di Hulu (atas) yang terjadi selama ini, telah kita rasakan dampaknya. Kita tak bisa lupakan peristiwa banjir bandang tahun 2010 di Sabulan dan ransang Bosi,
yang menelan korban jiwa dan korban materi. Kita juga masih mengingat
pada tahun 2011 yang lalu, beberapa kali terjadi longsor di daerah
Sianjur mula-mula.
Pada 20 April 2011, pukul 22.30, beberapa
rumah warga di Desa Sarimarihit, Kec. Sianjur Mulamula, rusak di terjang
longsoran air dan batuan  yang datang dari atas. (Medan Bisnis, 23
April 2011). Hal sama terjadi pada penghujung tahun 2011 yang lalu,
sawah dan ladang milik warga di desa Habeahan, Sianjur Mula-mula juga
rusak akibat longsor. Padi yang siap panen itu pun tertutup tanah dan
batu-batuan.
 Peristiwa seperti ini akan terus
berlanjut, apabila pemerintah kabupaten Samosir tetap berkeras
memberikan ijin operasional kepada PT. EJS Agro Mulia Lestari untuk
mengembangkan tanaman hias dan holtikultura di sekitar 2250 ha lahan
tersebut.  Hal inilah yang manjadi alasan mendasar bagi kita untuk
menolak kehadiran perusahaan apapun yang merusak hutan, yang mengancam
hidup masyarakat di kemudian hari.
 Jika ada yang mengatakan bahwa PT.EJS Agro Mulia Lestari tidak akan menebang pohon di lahan tersebut, itu adalah tehnik pembodohan.
Karena tidak mungkin perusahaan tersebut akan menanam tanaman hias dan
holtikultura di sela-sela batang pohon yang ada. Dan itu semua pun jelas
terlihat dalam dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)
perusahaan tersebut yang juga bermasalah. Dan mari kita ingat,
bahwa sekali ijin diberikan untuk pengelolaan 2.250 ha tersebut maka
itu menjadi hak perusahaan sesuai ijin operasional dan ijin HGU yang
mereka miliki.
 Betul, bahwa kehadiran industri atau perusahaan
akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Namun sebagai
perusahaan perkebunan tanaman hias dan hortikultura, tentu yang mereka
butuhkan adalah buruh tani. Mengapa kita pertaruhkan
hidup kita dan hidup anak cucu kita ke depan hanya untuk menjadi seorang
buruh tani. Tidakkah kita selama ini sudah bisa hidup lebih baik
menjadi Tuan di Tanah Sendiri?  Tidak menjadi Budak di tanah sendiri.
 Mari kita dukung dan doakan pemerintah untuk bekerja lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan kita, tidak harus dengan menjual hutan yang menjadi sumber air kehidupan bagi kita.
Keberatan dan penolakan kita tidak lain hanya untuk menyelamatkan bumi
Samosir dari kehancuran.
 
(Repost dari Komunitas Peduli Kabupaten Samosir KPKS 08 Februari 2012)