SELAMAT DATANG di WEBSITE KOMUNITAS PEDULI KABUPATEN SAMOSIR,,TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA..HORAS...HORAS..HORAS...!!!

Rabu, 26 September 2012

Ada Apa Dengan DPRD Kabupaten Samosir?

Di tengah ramainya perdebatan hangat tentang rencana kehadiran PT.EJS Agro Mulia Lestari di hutan Tele, sebuah issu pun kini sayup-sayup terdengar. Saat ini hutan Tele menjadi incaran berbagai pihak untuk mengeruk kekayaan hutan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Miris walau menggelitik, menyikapi isu bahwa saat ini sebuah perusahaan saw mill  milik Mr.X, seorang pengusaha dari Samosir dan juga  anggota DPRD di  Kabupaten tersebut tengah memohon ijin prinsip pengelolaan lahan seluas sekitar 800 hektar di hutan Tele kepada Bupati Kabupaten Samosir. Areal yang diincar bukanlah areal yang sudah diberikan ijin prinsip dan ijin lokasinya kepada PT.EJS Agro Mulia Lestari.
Dari beberapa sumber yang kami himpun, ijin prinsip perusahaan ­sawmill tersebut akan diperuntukkan untuk pengembangan tanaman holtikultura dan peternakan. Sebuah bisnis yang mungkin saat ini sangat menggiurkan menurut kacamata pengusaha dan politisi local tersebut.

Ada tiga hal menarik dari isu ini yang perlu juga mendapat tanggapan dan perhatian serius dari semua pihak.

Pertama, bahwa protes berbagai pihak, dalam hal ini masyarakat dan organisasi yang tergabung dalam Forum Peduli Samosir Nauli (PESONA), terhadap pengelolaan hutan Tele bukanlah terbatas hanya pada penolakan rencana kehadiran PT EJS Agro Mulia Lestari. Namun kritik dan keberatan itu berlaku bagi setiap perusahaan maupun individu yang ingin berusaha di areal tersebut dengan merusak fungsi hutan. Penolakan terhadap rencana kehadiran PT EJS Agro Mulia Lestari, berlaku juga bagi yang lainnya.
Intinya adalah bagaimana hutan Tele itu tetap berfungsi sebagai hutan, yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan menjadi sumber-sumber mata air bagi daerah di sekitarnya, baik di wilayah Samosir, Humbang Hasundutan dan Dairi. Yang jika fungsi hutan tersebut akan mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dengan adanya longsor, banjir bandang dan kekeringan.

Kedua, pengajuan permohonan ijin prinsip yang disampaikan oleh perusahaan “Mr.X” tersebut, melahirkan keraguan dibenak saya atas keseriusan lembaga legislative di Samosir untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan forum PESONA perihal penolakan kehadiran PT.EJS Agro Mulia Lestari.  Akhir Januari 2012 lalu, Forum Pesona melakukan audiensi kepada DPRD Samosir, agar berperan aktif dan ikut mendukung gerakan pemulihan dan penyelamatan lingkungan di bumi Samosir, khususnya dalam menyikapi rencana kehadiran PT.EJS Agro Mulia Lestari tersebut.
Semangat pun muncul ketika itu, karena beberapa anggota DPRD yang hadir, seperti Junjungan Situmorang, Tuaman Sagala, Binsar Sinaga dan yang lainnya sangat mendukung aksi penolakan terhadap kehadiran perusahaan tersebut.  Seperti biasa mereka pun berjanji untuk segera meminta penjelasan Bupati tentang perkembangan kasus in. Disepakati juga mendatangkan tenaga ahli tim komisi penilai Amdal untuk memaparkan alasan –alasan penolakan tenaga ahli terhadap dokumen AMDAL tersebut.  Kesepakatan lainnya adalah melakukan investigasi lapangan keesokan harinya bersama DPRD.
Ketika investigasi, “MR X”  pun ikut dalam rombongan. Memang ada beberapa pendapat dari mereka tentang kondisi hutan tersebut. Ada yang optimis bahwa areal tersebut masih bisa dipelihara dan dijaga kelestariannya.  Namun ada juga yang pesimis dan mengatakan bahwa lambat-laun dengan atau tanpa perusahaan Korea tersebut  hutan tersebut akan hancur.  
Hampir sebulan sudah berlalu paska audiensi dan kunjungan lapangan tersebut, tanda-tanda DPRD Kabupaten Samosir menindaklanjuti hasil audiensi itu pun tak ada. Dari Komunikasi via telepon dengan  salah seorang anggota DPRD, belum ada pembahasan tentang kasus ini.

Semangat yang muncul kala audiensi dan kunjungan lapangan, sirna sekejab. Ditambah lagi dengan isu Mr. X yang juga memegang peran penting di legislative  tersebut sedang mengajukan permohonan ijin prinsip ke Bupati. Keseriusan apa yang bisa diharapkan dari lembaga tersebut?  Tanpa bermaksud mengecilkan atau mengabaikan peran beberapa anggota DPRD yang tetap vocal menolak kehadiran perusahaan tersebut, namun sejauh ini  sikap institusi DPRD belum jelas dalam kasus ini.  Melihat perkembangan terakhir,  kami menduga bahwa tarik – menarik kepentingan menjadi sangat dominan dalam kasus ini.

Ketiga, hutan tele memang menjadi primadona bagi pelaku bisnis kayu dan holtikultura saat ini. Jika ada kecurigaan bahwa mereka hanya mengincar “kayu”nya, menurutku itu sah-sah saja, karena di dalam masih banyak kayu yang bisa diperjualbelikan.
Namun, jika Mr X dan yang lainnya juga benar akan mengembangkan agribisnis dan peternakan di sana, tentu ada banyak hal yang diincar. Kayu bisa dijual ke perusahaan sawmill miliknya. Keuntungan lainnya bahwa daerah tersebut sangat subur karena kaya zat hara dari humus yang sudah menumpuk berpuluh-puluh bahkan beratus tahun lamanya. Di samping itu, banyak hal yang menyebabkan areal ini dianggap cocok untuk pengembangan agrisbisnis, letaknya yang strategis, permukaannya yang cenderung datar, dan tersedianya aliran sungai.

Kembali ke persoalan utama, apakah areal tersebut memang lebih pantas dijadikan kebun bunga atau holtikultura daripada tetap menjadikannya hutan? Tidakkah Samosir dan beberapa daerah di Tapanuli saat ini sudah krisis hutan? Tidakkah alih fungsi hutan yang terjadi selama ini sudah membuat banyak persoalan di negeri ini? Perubahan iklim tidak lagi mimpi yang menakutkan, tetapi sudah terjadi dan mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup di muka bumi ini. Pertengahan Juni 2011 lalu, pada umumnya petani di Tapanuli tak terkecuali di Samosir mengalami gagal panen akibat perubahan iklim yang semakin sulit diprediksi. (baca tulisan Delima Silalahi, “Nasib Petani, Antara Cuaca Ekstrim dan Inpres Pencitraan”, Suara Pembaruan, 27 Juni 2011)

Pengajuan permohonan ijin prinsip oleh perusahaan “Mr.X” tersebut menjadi sangat menarik disikapi. Sebagai anggota DPRD yang seharusnya memikirkan hal yang terbaik buat daerahnya, justru hanya ingin menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Semua pihak, khususnya pengambil kebijakan di daerah ini perlu arif dan bijaksana untuk mengambil keputusan untuk segera menolak segala permohonan ijin-ijin pengelolaan di areal tersebut yang pengelolaannya melakukan alih fungsi hutan.

Kesalahan masa lalu, yang meng-gadai-kan hutan-hutan di sekitar kawasan Danau Toba, jangan dijadikan acuan bagi pemimpin masa kini memberikan ijin dengan sewenang-wenang. Kita harus belajar dari kesalahan masa lalu.  Mengutip kiasan “keledai sekali pun tidak akan jatuh dua kali pada lobang yang sama”.
Harapan banyak pihak kepada DPRD untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan di daerah sebaiknya tidak dinodai keinginan-keinginan segelintir orang. Sikap jelas DPRD dalam hal ini sangat dinantikan.

oleh:Delima Silalahi
(Repost dari Komunitas Peduli Kabupaten Samosir KPKS 18 Februari 2012) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar